Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Rabu, 24 Maret 2010

Eropa Waspadai Serangan Cyber Berskala Besar (1)


Sebuah tudingan serius dan tajam secara resmi dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris. Sebuah Laporan yang dirilis oleh House of Lords menyatakan negara-negara Eropa tak memperbaiki keamanan online-ya, yang mengakibatkan seluruh benua Eropa jadi target empuk serangan cyber ungkap investigasi parlemen Inggris.






House of Lords juga menilai bahwa para pejabat berwenang di Brussels telah gagal untuk memperkuat mekanisme pertahanan internet Uni Eropa, dan berakibat kesenjangan yang besar antara Nato dengan negara-negara anggota Uni Eropa. Negara-negara Eropa kini semakin bergantung dengan internet untuk berbagai kebutuhan dan layanan, termasuk informasi, komunikasi dan perdagangan. Karakter umum dunia online adalah makin terkaitnya satu sama lain lebih dari sebelumnya. Namun laporan tersebut juga mengungkapkan perbedaan operasi keamanan online setiap negara turut menyumbangkan kerawanan sistem secara keseluruhan.


"Runtuhnya sistem cyber di sebuah negara dapat mempengaruhi negara-negara lainnya, jelas Lord Jopling , yang mengetuai European Union Committee, sebagaimana dikutip Plaza eGov dari Guardian (18/3)."Ancaman dapat datang dari mana saja, termasuk dari pelaku bisnis, layanan-layanan finansial seperti kota, infrastruktur kritikal atau mekanisme-mekanisme pemerintah, dan yang lebih pelik lagi anda tak pernah tahu pasti siapa yang bertanggungjawab terhadap masalah yang dimunculkan.



Lord Joplin lebih lanjut menyatakan, sementara Inggris memiliki sistem-sistem yang luas dan pelik untuk menangkal sebuah serangan cyber, namun tak semua negara dapat melakukan hal yang sama. Terutama jika berkaca dengan peristiwa serangan cyber yang melanda Estonia pada 2007. Estonia adalah salah satu negara Eropa yang memiliki jaringan perbankan yang sempurna, dan ketika serangan cyber melanda sistem perbankan, pemerintahan dan sistem-sistem lainnya lumpuh.



"Sebetulnya serangan cyber yang melanda Estonia relatif minor, tetapi pertahanan cyber negara tersebut sangat lemah, sehingga berdampak besar," jelasnya. Laporan yang bertajuk Protecting Europe against large-scale cyber-attacks mengedepankan fakta, semakin senjangnya kemampuan Nato dan Eropa dalam memberikan perhatian yang lebih tinggi terhadap pertahanan cyber dalam tahun-tahun belakangan ini.


Sementara Brussel berupaya keras memperbaiki kemampuan pertahanan cyber di seluruh benua, Nato telah berhail melakukannya, dan menyatakan
perang cyber merupakan ancaman yang sangat berbahaya sama halnya dalam menghadapi ancaman serangan misil dan EU telah membangun sebuah pusat keamanan online di Estonia.



"Kami tertinggal oleh karena lemahnya jalinan komunikasi dan kerjasama antara Nato dan EU di bidang keamanan cyber," ungkap Lord Jopling. Laporan tersebut juga menawarkan sejumlah rekomendasi untuk memperbaiki situasi , termasuk memberikan pelatihan yang lebih baik dan pembentukan Computer Emergency Response Teams, unit-unit yang akan menangani dampak berbagai serangan cyber.



Laporan berjudul Protecting Europe against large-scale cyber-attacks atau Melindungi Eropa Terhadap Serangan-Serangan Cyber Berskala Besar juga menyarankan penyediaan dana yang lebih besar lagi kepada European Network and Information Security Agency (ENISA) yang bermarkas di Yunani dan memiliki tugas untuk menolong perbaikan keamanan online di seluruh negara anggota Uni Eropa pada 2004, badan ini memiliki jumlah staf yang besar namun memiliki anggaran dan cakupan kerja yang terbatas.


Lords Committe menganjurkan kepada para pejabat berwenang di Eropa untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar kepada ENISA agar mampu beroperasi secara lebih efektif dan memperluas mandat kerjanya termasuk wewenang bekerja sama dengan kepolisian dan pengadilan untuk memperkuat penegakan undang-undang kemananan cyber.


Tak hanya mengkritisi kemampuan negara-negara Eropa namun laporan juga mengkritisi aspek-aspek strategi pemerintah Inggris, terutama lemahnya penggalangan kerjasama kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat.

Sejauh ini juga belum diketahui secara jelas kerusakan fisik apa saja yang dapat diakibatkan oleh serangan cyber yang berhasil menghantam targetnya, dalam hal ini para pakar senior sepakat bahwa ancaman terhadap sektor ekonomi dapat mengalami kekacauan negara sebagai akibat serangan yang dilakukan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi kejahatan yang cenderung semakin menjadikan internet sebagai media untuk melakukan serangan-serangan terarah.

Serangan-serangan cyber berskala besar seperti dialami oleh Georgia dan Iran telah memperlihatkan bahwa serangan-serangan cyber dapat digunakan untuk melumpuhkan infrastruktur-infrastruktur penting, sementara sejumlah insiden lainnya dikaitkan dengan keterlibatan China telah menciptakan bayang-bayang kelabu hubungan antara China dengan Barat.


Tiga tahun lalu terungkap bahwa operasi hacking yang dikenal sebagai Titan Rain yang diyakini sejumlah ahli terkait dengan militer China, berhasil melancarkan serangannya ke sejumlah pemerintahan di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Titan Rain menginfiltrasi jaringan-jaringan komputer di dalam gedung parlemen dan Pentagon. Damapaknya para hacker berhasil mencuri informasi dan menciptakan kekacauan selama empat tahun.


Di awal tahun ini, Google pun menyatakan telah mengalami serangan cyber serupa yang dilancarkan dari dalam China. Serangan yang dikenal sebaga Operation Aurora menghantam lusinan korporasi utama Amerika Serikat.Peristiwa ini pun berbuntut ketegangan antara Google dengan China.

(Guardian | Martin Simamora)



Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget