Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Selasa, 09 Maret 2010

Nato Bereaksi Tajam, Dunia Diambang Perang Dunia Cyber Space!


Ketegangan diplomatik di jagad maya (cyber space) kian memuncak dan tak tanggung-tanggung telah menyeret pakta pertahanan Atlantik Utara atau Nato. Sebuah peringatan mendesak pun telah diedarkan kepada seluruh anggota Nato, sebuah peringatan untuk memproteksi berbagai material intelijen dari ancaman perang cyber yang dilancarkan dari China. Dr Lewis bahkan menyatakan, anda harus kagum kepada kemampuan China yang luar biasa dalam melancarkan serangan Cyber!

Tahun lalu saja diperkirakan tercatat jumlah serangan cyber yang besar yang disarangkan ke berbagai instansi pemerintah AS meningkat menjadi 1,6 miliar serangan per tahun, peringatan ini pun disampaikan kepada European Union yang sistem-sistemnya lebih rawan dibandingkan dengan sistem milik AS.


Rangkaian serangan cyber juga membidik berbagai institusi militer dan pemerintah AS, dan para analis mengemukakan bahwa barat tak memiliki respon yang efektif untuk menghadapinya, dan secara khusus para analis menyatakan bahwa sistem-sistem di EU sangat rawan sebab banyak negara anggota EU yang mengabaikan upaya-upaya membangun keamanan cyber.


Sumber diplomatik Nato seperti disitat The Times (8/3/2010) menyatakan,"Setiap orang telah menyadari bahwa China telah menjadi sangat aktif dalam melancarkan serangan cyber dan kita selalu menerima peringatan secara berkala dari Kantor Keamanan Internal berkait hal ini." Sejumlah sumber menyatakan bahwa jumlah serangan telah meningkat secara signifikan dalam waktu dua belas bulan belakangan ini, dengan China sebagai salah satu pelaku serangan yang aktif.


Sementara itu di Amerika Serikat pada Jumat (2/3/2010) lalu dalam sebuah laporan resmi telah dikelurkan di hadapan Kongres AS dan sejumlah badan pemerintah lainnya, menyatakan bahwa jumlah serangan cyber terus meningkat secara eksponen pada tahun lalu yang diperkirakan 1,6 miliar serangan cyber per bulan.

Serangan Cyber yang berasal dari China membidik ke kantor-kantor utama pemerintah telah menggiring Nato dan EU untuk melakukan pengetatan dalam alur intelijennya sebab ada sejumlah indikasi yang menunjukan bahwa laporan-laporan intelijen dapat saja memiliki celah keamanan.



Sejumlah sumber di Kantor Cyber Security pada Cabinet Office London, pada tahun lalu menyatakan, ada dua macam bentuk serangan; pertama yang bertujuan untuk merusak berbagai sistem komputer dan bentuk serangan kedua melibatkan pencurian informasi sensitif. Inggris bahkan telah membentuk sebuah tim khusus yang bergerak dibawah komando GCHQ (Government Communications Headquarters) yang berkedudukan di Gloucestershire, sebuah tim khusus yang memiliki kemampuan untuk menangkal peningkatan serangan cyber yang menyasar ke berbagai material intelijen. Tim khusus ini akan beroperasi pada bulan ini.



Sejauh ini sistem pertahanan cyber Amerika Serikat dan Inggris adalah yang tercanggih di dunia, namun sayangnya kompatriot utama AS, EU tak memiliki kompetensi yang layak untuk masuk ke level perang cyber dalam skala penuh, ungkap James Lewis, Centre for Strategic and International Studies. Ia pun berujar:"Rentannya sistem pertahanan Cyber EU menjadikannya sasaran empuk. Para pelaku serangan Cyber yang dikaitkan dengan China diduga berkaitan dengan isu-isu; penjualan senjata ke Tibet.


Ketiadaan berbagi informasi intelijen secara berkala antara AS dan EU juga turut berkontribusi terhadap celah keamanan yang mendera sistem-sistem di Eropa, analis lainnya bahkan berujar:"Karena hubungan Inggris-AS dalam berbagai informasi intelijen memang membuat Inggris mengalami peningkatan standar, namun ini tidak terjadi di sebagian sistem Eropa.


Jonathan Evans, Direktur Umum MI5, pada tahun 2007 lalu malah telah mengingatkan bahwa terdapat sejumlah negara yang secara aktif terlibat di dalam sejumlah serangan cyber berskala besar. Memang Evans tidak merincikan negara-negara mana saja yang terlibat, namun sejumlah pejabat keamanan telah mengindiksikan bahwa China saat ini merupakan ancaman terbesar. Beijing sendiri telah menyangkal tuduhan semacam ini.



Sementara itu senada dengan Evans, Direktur FBI Robert Mueller pun telah mengingatkan ancaman yang berasal dari sejumlah negara asing yang melancarkan serangan cyber, ia bahkan menyebut Al-Qaeda sebagai sumber ancaman baru yang akan menjadikan jagad maya sebagai medan perang yang tak kalah mematikan. Dalam pidatonya di Scurity Confrence minggu lalu, Mueller menyatakan kelompok-kelompok teroris telah menggunakan internet sebagai media rekrumen anggota dan media perencanaan penyerangan, tetapi ia pun menambahkan:"Para teroris telah memperlihatkan kecenderungan yang kuat untuk memiliki dan menguasai keahlian melakukan hacking, serta melatih para rekrutannya atau bahkan menyewa pihak lain dengan tujuan membangun sebuah kemampuan gabungan untuk melakukan baik serangan secara fisik dengan serangan pada dunia cyber.


Mueller pun menegaskan bahwa serangan cyber dapat berdampak sama dahsyatnya dengan daya hancur sebuah bom yang diletakan di lokasi yang tepat. Ia pun melontarkan tuduhannya kepada negara-negara yang melakukan hacking untuk mencuri teknologi Amerika Serikat, informasi intelijen, Haki, dan bahkan persenjataan militer berikut strateginya. Menguatkan upaya memerangi ancaman cyber yang meningkat, pihak Kantor Cyber Security pada tahun lalu telah menyiapkan sebuah strategi khusus sebagai bagian strategi keamanan nasional pemerintah Amerika Serikat yang populer disebut "Cyber Czar", Howard Schmidt yang ditunjuk langsung oleh Presiden Obama untuk melindungi semua komputer bernilai sensitig bagi Amerika Serikat.



Para pejabat Inggris menyatakan bahwa setiap orang yang bekerja di area yang sensitif telah diperingakan dan diminta untuk waspada dalam melakukan pembagian informasi intelijen dan informasi lainnya yang berkategori rahasia. Sejauhini pun tak ada konfirmasi apakah Inggris ada terlibat dalam serangan cyber balasan, tetapi pejabat pemerintah Inggris menyatakan ada sebuah perbedaan yang nyata antara menajadi partisan perang informasi dan melakukan serangkaian serangan cyber untuk menghancurkan sistem-sistem komputer negara lain.


Dr Lewis menegaskan tak satu pun negara, termasuk Amerika Serikat beserta sekutu baratnya telah memiliki sebuah kemampuan respon yang efektif terhadap ancaman yang muncul dari China, yang memiliki kemajuan teknologi yang luar semasa dipimpin oleh pemimpin besar Deng Xiaoping (1986).

Negara-negara barat pun selama ini merancang kemampuan serang cybernya hanya untuk diarahkan ke kelompok-kelompok teroris dan bukan ke target negara.
Melihat kemampuan virtual China yang dengan leluasa mempenetrasi semua sistem barat dengan para hackernya yang berkelas dunia dan dengan istrumen buatan China."Anda mau tak mau harus kagum kepada mereka, mereka (hacker China) sangat konsisten untuk mengejar dan mewujudkan tujuan-tujuannya, ungkap Dr Lewis.


(The Times | Martin Simamora)



Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget