Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Kamis, 07 April 2011

BI Akan Tinjau Aturan Debt Collector

gresnews.com
Bank Indonesia menyatakan bahwa bank memang diizinkan menggunakan jasa pihak ketiga dalam penagihan transaksi kartu kredit. Hal ini bisa dilakukan jika tagihan ini masuk kategori diragukan dan macet.


"Tapi, dengan peristiwa itu (meninggalnya Irzen Octa), BI akan me-review kembali ketentuan ini," kata Deputi Bidang Pengawasan BI, Halim Alamsyah, dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu 6 April 2011.

BI, kata dia, akan menimbang klausal mana saja yang perlu diperketat sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi. "Sangat mungkin tidak gunakan jasa pihak ketiga," tegasnya.


Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa meninggal dunia usai mendatangi kantor Citibank, dan menanyakan perihal tagihan kartu kreditnya, Selasa 29 Maret 2011. Menurut korban, tunggakannya itu Rp68 juta.


m.primaironline.com
Namun, tagihan yang datang ke tempatnya ternyata mencapai Rp100 juta. Korban datang bersama seorang kawannya kemudian dibawa ke salah satu ruangan. Di situ, korban diinterogasi oleh ketiga tersangka, dan dipaksa membayar utangnya. Namun, entah mengapa, justru rekan korban yang menunggu di luar kaget begitu diberitahu kalau korban sudah pingsan.


Saat datang ke bank tersebut, tersangka A membawa Irzen Octa ke ruang Cleo di lantai lima gedung. Di sana Octa diinterogasi oleh A, B dan H. Ketiga tersangka baru mengetahui kalau korban sudah tidak bernyawa setelah setengah jam kemudian.


Para pelaku kemudian menghubungi rekan korban melalui ponsel milik Octa dan mengatakan kalau korban hanya pingsan tanpa membawanya terlebih dahulu ke rumah sakit. Baru setelah rekannya datang korban dilarikan ke Rumah Sakit Mintoharjo, namun pihak rumah sakit saat itu menyatakan korban telah meninggal dunia hingga akhirnya langsung dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.


Dari hasil visum ditemukan pembuluh darah pada otak korban pecah. Sehingga mengakibatkan pendarahan hebat berujung pada kematian. Selain itu, saat olah tempat kejadian perkara (TKP) polisi menemukan bercak darah menempel di gorden dan dinding ruangan di lantai lima.


DPR Minta Polisi Panggil Outsourcing Citibank

matanews.com
Anggota Komisi XI Bidang Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, meminta kepada polisi untuk menangani kematian Irzen Octa secara serius. Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) itu diduga kuat meninggal setelah mendapat tekanan dari empat debt collector Citibank .


Salah satu anggota Komisi IX dari PDIP, Maruarar Sirait, menegaskan agar polisi memanggil dua perusahaan outsourcing yang menangani penagihan bagi Citibank. Dua perusahaan outsourcing yang saat itu menangani permasalah utang Irzen Octa, adalah PT Ekatama dan Panimas.


"Tentu ini akan menjadi tindaklanjut kita untuk melakukan penyidikan," ujar Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar, Gatot Edi Pramono, saat membeberkan kronologi kematian Irzen, di gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu 6 April 2011.


Dalam penjelasan itu, disampaikan bahwa persoalan ini bermula pada 28 Maret 2011, saat itu rumah Irzen didatangi utusan Citibank, yang mengundang untuk menyelesaikan permasalah kartu kredit milik korban.

Pada Selasa 29 Maret 2011, sekitar pukul 10.08 WIB, Irzen datang ke salah satu Kantor Citibank di lantai lima Menara Jamsostek. Korban didata petugas keamanan bernama Anggit Saputro. Keperluannya untuk bertemu dengan Boy Yanto Tambunan, karyawan outsourcing Citibank.


Irzen kemudian dibawa ke ruang CLEO, sekitar pukul 11.20 WIB. Di ruang itu, ada pekerja bagian collector Aries Lukman, Donald dan Hendry. Atas perintah Boy, mereka kemudian melakukan interograsi secara bergantian terkait dengan tunggakan utang Irzen.


"Dalam pemeriksaan polisi, Aries marah dan memukul meja dengan tangan. Saat itu juga Donald menendang dan memukul tangan korban," kata Kapolres lagi.


Saat diinterograsi, meski telah mengaku mengalami sakit kepala, tersangka Hendry tetap membentak Irzen dengan suara keras. Sekitar pukul 12.10 WIB, saksi Nur Apriliani dan Rosdianah melihat dari luar ruangan CLEO, korban dalam keadaan tergeletak di lantai, dengan posisi kaki terbujur dan mulut mengeluarkan busa.

"Pada pukul 13.25 WIB, saksi (Nur Apriliani) sudah memberitahu tersangka Aries Lukman, tapi Aries hanya tertawa saja," kata kapolres.


Aries mengambil telepon genggam Irzen dan menghubungi rekan bernama Tubagus. Hingga Tubagus datang, Irzen masih tetap berada di lantai ruang CLEO dan segera dibawa ke Rumah Sakit TNI AL Mintohardjo. Setelah diperiksa, Irzen sudah dalam keadaan meninggal dunia dan segara dibawa ke RSCM untuk keperluan otopsi.


Dokter yang Visum Octa Beri Keterangan di DPR

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat akan melanjutkan Rapat Dengar Pendapat dengan Bank Indonesia dan Citibank, terutama membahas permasalahan debt collector, Rabu, 6 April 2011. Rapat rencananya akan dimulai pukul 14.00.


Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Aziz, mengatakan rapat hari ini tetap melanjutkan pembahasan kemarin dan tambahan keterangan dari sejumlah pihak lain.


"Ditambah (keterangan) dari Polres tempat kejadian kematian (Irzen Octa). Selain itu juga dokter visum," kata Harry Azhar saat dihubungi VIVAnews, 6 April 2011.


Harry mengatakan, DPR memanggil Citibank dan BI untuk mempertegas perlindungan terhadap konsumen dari ancaman kekerasan yang dilakukan debt collector. Selama ini, nasabah hanya dianggap sebagai obyek dagangan semata tanpa perlindungan yang jelas.


"Jangan konsumen hanya jadi semut jualan saja. Manusia memang harus dilindungi harkat, martabat, dan nyawanya. Itu tema pokok kita," jelas Harry.


Setelah mendengar keterangan semua pihak, Komisi IX akan melakukan pembahasan internal komisi. Hingga saat ini, belum diketahui kelanjutan dari rapat ini, apakah ada kelanjutan dalam bentuk Panitia Kerja atau Panitia Khusus.


"Sekarang kami masih mendiskusikan, mendengarkan, melakukan cross check, dan sebagainya," jelas Harry.


DPR: Citibank Harus Kena Delik


"Yang jelas, debt collector tidak boleh di luar (bank)," kata Ketua Komisi XI Emir Moeis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 5 April 2011. "Bagian penagihan harus ada dalam perbankan. Jadi ada tanggung jawabnya," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.


Praktik penagihan disubkontrakkan kepada pihak lain ini terbukti membuat Irzen Octa, seorang pemegang kartu kredit Citibank, meninggal setelah bertemu sejumlah debt collector di kantor Citibank. Polisi kemudian menetapkan sejumlah tersangka termasuk pegawai Citibank dalam kejadian ini.


Emir sendiri menyatakan, Citibank harus bertanggung jawab atas kasus Irzen ini. "Harus ada dong. Paling tidak ini kan sudah pidana, sudah dipanggil debt collectornya. Kami minta Citibank juga dikenakan deliknya," kata Emir.


Selanjutnya, Emir meminta perbankan lebih hati-hati dalam menerbitkan kartu kredit untuk menghindari kredit macet. "Ini kan kartu kredit diobral sebanyak-banyaknya. Kalau tagihan macet dikasih ke debt collector. Ini sama saja bawa penyakit. Mendingan tidak usah diobral, tapi seleksi ketat nasabah yang baik," ujarnya.

BI: Bank Tak Patuh Akan Terkena Sanksi


Bank Indonesia akan memberi sanksi kepada bank yang menyalahgunakan kepatuhan. Otoritas perbankan itu juga meminta agar perbankan memiliki batasan penerbitan kartu kredit.


"Sanksi itu terkait masalah kepatuhan bank. Apa yang dilanggar akan kita lihat," ujar Kepala Biro Humas BI Difi A Johansyah di Jakarta, Senin, 5 April 2011.


Menurut Difi sanksi itu berupa peringatan tertulis hingga pencabutan ijin bank. BI sendiri tak ingin campur tangan soal operasional perbankan seperti penagihan. Tetapi BI akan meninjau kembali pelaksanaan aturan penggunaan jasa pihak ketiga, menyusul tewasnya nasabah Citibank, Irzen Octa, akibat urusan tagihan kartu kredit.


Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) itu diatur dalam Peraturan BI nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.


BI meminta perbankan aktif melakukan kontrol internal, apalagi jika praktek penerbitan kartu kredit ini kian merugikan masyarakat. Para penerbit kartu kredit, kata BI, harus memiliki batasan. Difi mengakui penerbit agresif berburu nasabah, dengan menyasar orang sibuk, dan belum punya kartu kredit. "Yang kami harapkan dari perbankan itu seimbang. Marketing iya, perlindungan nasabah iya. Sekarang masih belum seimbang" ujarnya.


Kartu kredit, kata Difi, adalah alat pembayaran, bukan alat untuk berutang. Jadi, dia melanjutkan, kartu kredit harus dikembalikan ke fungsinya. Nasabah pemegang kartu kredit berarti memiliki kontrak dengan perbankan. Jika pembayaran macet, maka bank boleh menggunakan jasa debt collector. "Tapi tak boleh menggunakan cara-cara yang melanggar hukum," kata Difi.


Soal banyaknya usulan menghilangkan jasa debt collector bagi bank, menurut Difi usulan itu akan dibahas kembali. "Kita ingin menjadi semacam kepemilikan bersama. Jangan hanya dari BI. Nanti diprotes karena terlalu represif," kata dia.


-politik.vivanews.com

Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget