Internet menjadi sarana pembelajaran bagi tersangka terorisme Pepi Fernando dalam merakit bom. Ajaran tentang konsep radikalisme juga beredar luas di dunia maya. Bagaimana cara menanggulanginya agar orang di sekitar kita tidak menjadi 'korban'?
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewa Broto, menjelaskan, peran aktif masyarakat dibutuhkan guna mencegah meluasnya ajaran tersebut. Salah satunya dengan melapor ke Kemenkominfo bila menemukan situs-situs yang dianggap berbahaya.
"Itu sangat tergantung ada atau tidak pengaduan. Kalau ada orang yang melaporkan konten yang ada, kami akan blokir," kata Gatot saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/4/2011).
Menurut dia, selama ini Kemenkominfo sudah melakukan pemblokiran terhadap situs-situs radikal tertentu. Namun itu berdasarkan koordinasi dengan kepolisian.
Pihaknya juga sudah membuka secara resmi posko aduan bagi situs-situs yang bermasalah di konten@depkominfo.go.id. Meski jumlah aduan masih didominasi oleh situs porno, konten-konten terorisme juga kerap ditemukan.
"Setiap bulan ada sekitar 17-20 persen konten-konten yang mempertentangkan agama. Kalau yang menyangkut radikalisme dua persen," jelasnya.
Meski begitu, tidak semua aduan bisa langsung diblokir. Lembaga pimpinan Tifatul Sembiring tersebut harus melakukan verifikasi dan koordinasi dengan kepolisian sebelum memutus sebuah website.
"Karena bisa saja orang mengadu karena like-dislike," ujarnya.
Untuk diketahui, kepolisian sebelumnya melansir bahwa Pepi Fernando belajar merakit bom buku dan Serpong secara otodidak. Kemampuan tersebut diperoleh lewat bacaan internet dan buku. Bahan-bahan pembuatan bom bisa diperoleh dengan mudah di pasaran.
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar