Selasa, 11 Mei 2010
Perang Total Melawan Korupsi di Indonesia Hadapi Tantangan Berbahaya
Indonesia harus berjuang dan bangkit dari belenggu maut korupsi, bagaimana tidak? Seketika seorang bayi mungil lahir di negeri tercinta ini maka seketika itu juga ia menjadi korban korupsi bahkan sampai ia meninggalkan dunia ini kelak, gambaran dramatis ini dikemukakan oleh Neta Saputra Pane, ketua Indonesia Police Watch. Bahkan Indrawati harus "meninggalkan" Indonesia sebelum dia rampung menegakan reformasi dan membuktikan kebijakan bail out yang dilakukannya steril dari korupsi.
Berita-berita mengejutkan masih melanda seantero Indonesia, tentang kepergian Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sosok yang disebut-sebut sebagai tokoh reformasi Indonesia. Salah seorang trader senior di Jakarta menggungkapkan pandangannya mengenai prospek Indonesia dalam memerangi korupsi yang telah disebut sebagai budaya, dengan penuh keputusasaan. Katanya :"Ini adalah tugas yang luar biasa besar," katanya. "Ini seperti melakukan sebuah operasi otak. Tidak, lebih sulit dari itu. Nampaknya anda harus mengganti DNA Indonesia, ujarnya, dikutip Plaza eGov dari BrisbaneTimes.com.au.
Masyarakat Indonesia dalam interaksi kesehariannya nyaris sulit untuk berperilaku jujur dan tulus. Problem mengemuka kala masyarakat terlibat di dalam lembaga-lembaga pemerintah yang telah dikepung oleh perilaku korupsi aparatnya.
Pada semua lembaga mulai dari; legislatif, yudikatif, pajak, bea cukai dan departemen imigrasi, gratifikasi dan suap sudah menjadi hal yang umum. Mereka yang ingin berkerja di lembaga-lembaga ini sering kali harus membayar agar dapat diterima bekerja kemudian selama bekerja atau menjalankan karirnya mencoba mendapatkan kembali "investasi" yang telah dikeluarkan pada awal masuk.
Neta Saputra Pane, Kepala Indonesia Police Watch, sebuah NGO yang memonitor korupsi di Indonesia menyatakan, dana yang harus disiapkam agar dapat diterima di kepolisian dapat mencapai angka 80-90 juta rupiah. "Seorang warga Indonesia adalah korban korupsi sejak hari kelahirannya hingga hari kematiannya. Ketika tiba masanya seorang bayi harus dilahirkan, adalah hal yang lumrah bagi keluarga-keluarga di Indonesia untuk menerima pemberitahuan rumah sakit : tidak ada lagi kamar tersedia, kecuali keluarga tersebut bersedia membayar. Ketika seseorang meninggal dunia, maka keluarga akan diberitahu tidak ada lagi tempat pemakaman yang lowong, namun jika membayar maka secara mendadak petugas akan mengatakan ada tempat bagi jenazah untuk dimakamkan.
Masyarakat disuguhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sejak presiden SBY minta kepada masyarakat untuk dikirimkan SMS informasi seperti gratifikasi, presiden telah menerima lebih dari 3 juta SMS. Presiden Yudhoyono terpilih kembali secara gemilang berkat reputasi melarang korupsi dan janjinya untuk memerangi korupsi dengan tidak main-main.
Namun pengunduran diri Indrawati untuk bergabung dengan World Bank telah memperlihatkan bahwa perang melawan korupsi di Indonesia masih jauh dari kemenangan. Indrawati termasuk tokoh yang sangat berani dan tanpa gentar terus mengejar salah satu sosok paling berpengaruh dan memiliki kepentingan tersendiri di dunia politik Indonesia sekaligus seorang pengusaha besar, dengan mengejar utang-utang pajaknya dan menyingkirkan semua pejabat-pejabat korup.
Beberapa kelompok kepentingan tersebut, adalah elit-elit bisnis dan birokrasi yang menjadi bagian dari Partai Golkar, bagian dari koalisi partai pengusung pemerintahan SBY. Konflik semakin menajam, lawan-lawan Indrawati menuduh proses bail out pada sebuah bank kecil sebagai langkah yang ilegal dan korupsi. Sekalipun investigasi berlangsung selama berbulan-bulan namun hingga kini tindak korupsi yang dituduhkan belum juga terbukti.
Mengapa Indrawati memilih untuk mundur belum diketahui dengan pasti. Tetapi seorang analis, Kevin O'Rourke berujar:"Apakah dia dipaksa atau merasa kesal dan memilih pergi mungkin bukan masalah yang utama. Kemundurannya merusak citra Yudhoyono," ungkapnya.
Korupsi tumbuh subur di era Suharto, tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa korupsi semakin menjadi setelah Suharto lengser pada 1998 lalu, dan tersu menjadi ketika kekuasaan didesentralisasi ke daerah-daerah, menciptakan kekuasaan-kekuasaan baru pemerintahan.
Upaya Presiden SBY melancarkan gerakan anti korupsi diikuti oleh pembentukan sebuah Komisi Pemberantasan Korupsi yang independen, dan didukung oleh sebuah satuan tugas khsusus yang bertugas membersihkan apa yang disebut sebagai Mafia hukum. Dibawah kepemimpinan Indrawati, pemerintah menargetkan kantor pajak, meningkatkan gaji dan menciptakan promosi berdasarkan merit system dan struktur renumerasi, dengan argumen akan meningkatkan kejujuran dan peningkatan penadapatan diharapkan dapat mengokohkan upaya-upaya anti korupsi di masa mendatang.
Tetapi kenyataannya sindikat korupsi yang melibatkan para pejabat kantor pajak meluas kerap berkolusi dengan aparat kepolisian. Pengungkapan kasus di kantor pajak melibatkan pejabat junior Gayus Tambuna yang memiliki uang sebesar 3 juta dolar yang tersebar di sejumlah rekening bank. Kasus ini seharusnya memberikan peluan untuk membersihkan korupsi dan mendorong adanya hukum baru yang memberikan otoritas kepada para menteri untuk menangkap pegawainya yang korupsi.
Sejarah menunjukan bahwa berbagai upaya anti korupsi memperlihatkan tidak ada sebuah jalan yang menjamin kesuksesan untuk memeranginya. Tetapi ada satu kesamaan karakteristik dalam hal ini untuk mencapai keberhasilan yaitu : kepemimpinan yang kuat dan tidak berkompromi.
(Martin Simamora | BrisbaneTimes)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar