Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Senin, 25 Januari 2010

Implementasi eKTP Nasional & NIK 2010 Terancam Dibatalkan


Sejatinya implementasi KTP elektronik dan NIK digulirkan pada tahun 2010, namun nampaknya awan hitam nan pekat membayanginya sejak KPK memberikan sejumlah rekomendasi yang berujung kepada permintaan penundaan implementasinya. Kini pun DPR memberi sinyal dukungan terhadap rekomendasi tersebut, ujar Moelyono, politisi Partai Demokrat.

Beberapa waktu yang lalu Wakil Ketua KPK, M Jasin mengungkapkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat yang meminta agar program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang menjadi tulang KTP elekronik nasional (eKTP) yang memiliki Nomor Induk Kependudukan Nasional (NIK) yang tertuang rancangan undang-undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 ditunda. KPK menilai ada sejumlah hal teknis yang mendasari permintaan tersebut, yaitu;penggunaan sistem bio-metric dan chip untuk KTP.

Permintaan penundaan KPK ternyata didukung oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR yang juga anggota Komisi II DPR, Ignatius Moelyono, meminta agar program SIAK ditunda pelaksanaanya. Jika pelaksanaannya dipaksakan maka dikhawatirkana akan menimbulkan pemborosan uang negara, ungkapnya pada Kamis (21/1) seperti disitat dari Antara.

Moelyono menuturkan, Depdagri tidak menangani masalah SIAK secara profesional."Saya mengikuti ini sejak 2004. Sampai ada UU Kependudukan yang baru (UU Nomor 23 tahun 2006), faktanya untuk data DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada 2008 saja amburadul," ujar Ignatius.

KPK menilai tahapan uji coba NIK tidak memadai untuk implementasi skala nasional. Jasin menuturkan : pembuatan NIK yang menelan anggaran sebesar Rp134 miliar , Depdagri hanya melakukan uji petik di enam kecamatan untuk kepentingan implementasi secara nasional. Jasin menegaskan bila data hasil uji petik diterapkan untuk penyusunan database secara nasional akan berpotensi pada pelasanaan program yang berulang.

Terhadap pernyataan KPK, Ignatius Moelyono mengaku sangat setuju. "Kami setuju dengan masukan KPK. Saya dukung sikap KPK," tandas Moelyono yang seorang politisi Partai Demokrat. Berkaca pada kondisi saat ini dimana penanganannya lambat, maka SIAK tak mungkin dijalankan secara teknis."Pengadaan alat pemindai sidik jari saja masih belum ada dan komputer untuk data base juga masih off-line.

Moelyono menegaskan ada 4 syarat agar program berhasil:
1.Data base kependudukan yang ada harus dibersihkan
2.Depdagri harus punya grand design tentang data kependudukan
3.Komputer data base harus terkoneksi di seluruh Indonesia
4.Harus ada alat pemindai sidk jari berkemampuan tinggi yang bisa memindai identitas seseorang dalam hitungan detik

DPR menyetujui anggaran sebesar Rp6,7 triliun untuk program SIAK, ujar Moelyono. Tahun ini anggaran sebesar Rp598 miliar disetujui.Yang penting itu pengadaan alatnya dulu, baru dibuat NIK-nya. Tetapi Menteri yang sekarang masunya langsung kasih NIK. Jangan sampai kasus DPT berulang di Pilkada hanya masalah NIK," lanjutnya.

Komisi II, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno mengungkapkan telah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan realisasi program SIAK. Komisi II akan memastikan agar Single identification Number (SIN) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) benar-benar harus bisa dilaksanakan oleh Depdagri. Senada dengan Moelyono, Teguh juga mengingatkan perlunya grand design dan kesiapan peralatan pendukungnya."Siapkan dulu grand design-nya, bersihkan data base, sistem online harus bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia dan pembuatan NIK atau KTP harus bisa menyentuh 200 juta penduduk Indonesia secara bersamaan. Kalau persyaratan itu belum ada, program ini tentu akan menimbulkan pemborosan uang negara yang berujung korupsi,” jelasnya.






Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget