Warga di masuakan datanya saat pembuatan e-KTP di kelurahan Menteng, Jakarta, Selasa (9/8). Pembuatan kartu tanda penduduk elektronik / e-KTP mengalami keterlambatan disebabkan oleh jaringan yang bermasalah sehingga penerapannya hingga kini baru di lima kelurahan di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan |
Kejaksaan Agung memastikan penanganan kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) masih dalam tahap penyidikan. Kejaksaan membantah pernyataan yang beredar sebelumnya bahwa kasus ini sudah diserahkan ke penuntutan. "Siapa bilang, masih di penyidikan, kok," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Andhi Nirwanto, di kantornya, Selasa, 9 Agustus.
Kepada sejumlah media cetak dan eletronik, Kepala Pusat Penerangan Hukum Noor Rachmad pada 16 Maret lalu menyatakan kejaksaan secara resmi telah menyerahkan berkas 4 tersangka ke penuntutan. Hal senada juga diungkapkan Direktur Penyidikan Pidana Khusus Jasman Pandjaitan.
Namun saat dikonfirmasi ulang, Noor Rachmad membantah pernah menyampaikan pernyataan itu. Ia menyatakan bahwa tim penyidik pidana khusus masih menulusuri dugaan korupsi dalam proyek itu. "Saya tidak pernah bilang begitu (ke penuntutan)," katanya.
Kejaksaan agung menelusuri pengadaan e-KTP dari Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri pada 2009. Anggaran proyek ini mencapai Rp 15,4 miliar.
Kejaksaan menduga proyek ini dikorupsi lantaran pengadaan alat pembuat e-KTP yang tercantum dalam dokumen penawaran berbeda dengan alat yang disediakan konsorsium PT Karsa Wisesa Utama dan PT Inzaya Raya selaku pemenang tender. Bahkan alat tersebut tidak mampu menyimpan biodata, sidik jari, dan foto baru.
Kejaksaan kemudian menetapkan empat tersangka yakni H Irman, Direktur Pendaftaran Penduduk Kementerian Dalam Negeri selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Dwi Setyantono selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang, Suhardjijo selaku Direktur PT Karsa Wira Utama, serta Indra Wijaya selaku Direktur Utama PT Inzaya Raya.
Noor mengatakan jaksa tidak mungkin menyerahkan berkas tersangka ke penuntutan. Sebab jaksa belum mengantongi perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Badan pengawasan sedang merampungkan perhitungannya," ucap dia.
TempoInteraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar