Interpol.int |
Pengamat politik Universitas Padjajaran Bandung, Dede Mariana, menilai terpampangnya foto Nunun Nurbaetie, tersangka kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia di situs interpol internasional berdampak buruk pada wajah Indonesia di mata pergaulan internasional.
"Itu sangat memalukan bangsa Indonesia di mata dunia," kata Dede Mariana, Rabu, 15 Juni 2011.
Hingga kini, istri bekas Wakil Kepala Kepolisian RI itu masih buron. Sejak KPK mengumumkan statusnya sebagai tersangka bulan lalu, keberadaan saksi kunci pemilihan Deputi Senior Gubernur BI itu masih misterius.
Dirjen Keimigrasian sempat melacaknya di tiga negara, yakni Singapura, Thailand, dan Kamboja. Bahkan beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sempat mendeteksi keberadaan Nunun di Phnom Penh, namun tidak disebutkan secara pasti lokasinya.
Menurut Dede Mariana, lambatnya penanganan kasus Nunun bisa berpotensi memperburuk citra bangsa Indonesia di mata dunia sehingga perlu adanya upaya kongkret dari KPK untuk segera membawanya kembali ke Tanah Air. "Harus ada negosiasi antara KPK dan Pak Adang (suami Nunun)," kata Dede. "Ini menyangkut pencitraan bangsa Indonesia juga."
Penegakan hukum di Indonesia, menurut Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Kewilayahan Universitas Padjajaran Bandung itu, ada kecenderungan terjadinya perubahan pola pikir, khususnya penegak hukum dalam memperlakukan status tersangka bagi seseorang. "Seolah-olah tersangka itu terdakwa," kata Dede. Dengan begitu, tak sedikit tersangka lebih banyak yang memilih jalan pintas dengan melarikan diri.
Menurut dia, seseorang yang telah dinyatakan tersangka tidak langsung berubah jadi terdakwa. Dia bisa melakukan penjelaskan di pengadilan untuk selanjutnya hakim bisa menentukan apakah ia sudah layak sebagai terdakwa atau bebas. "Sekarang ini bila seseorang tersangka, maka ada kecenderungan langsung jadi terdakwa dan dibui," kata Dede. "Saya yakin Pak Adang sendiri pesimis dengan penegakan hukum di negeri ini."
Ia menilai akhir-akhir ini penegakan hukum di Indonesia kerap dijadikan alat politik. Masyarakat yang awalnya tidak tahu akhirnya ikut menghakimi karena derasnya pemberitaan media. Akibatnya, banyak penyelesaian kasus besar yang akhirnya tidak jelas. "Bahkan banyak yang menjadi korban," kata Dede.
Dalam laman Red Notice interpol tertanggal 14 Juni 2011, wajah Nunun terpampang dengan nama Nunun Daradjatun dengan tulisan Wanted di atasnya. Di bagian awal dijelaskan identitasnya, antara lain lahir di Sukabumi, berusia 60 tahun, dengan nama belakang Daradjatun suaminya, bukan nama aslinya, Nurbaetie.
Situs interpol di Indonesia (NCB) telah mengunggahnya di situs interpol.go.id. Di situ ditulis identitas dengan nama Nunun Nurbaetie Daradjatun dengan identitas pelanggaran korupsi. Nunun adalah tersangka kasus penyuapan cek pelawat anggota DPR Komisi Perbankan periode 2004-2009 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dimenangkan oleh Miranda Swaray Goeltom pada tahun 2004.
TempoInteraktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar