Saldi Isra. TEMPO/Adri Irianto |
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai perubahan atau amandemen ke-lima Undang-Undang Dasar 1945 sudah mendesak untuk dilakukan. "Saya kira harus diselesaikan periode sekarang. Karena semakin jauh kita meninggalkan '98 itu akan semakin berat kita melakukan perubahan," kata dia usai mengikuti seminar "Urgensi Perubahan UUD 1945" di Gedung MPR, Jakarta, Selasa 28 Juni 2011.
Saldi juga mengaku heran dengan lambannya proses perubahan undang-undang ini. Menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berencana membentuk tim kajian perubahan konstitusi. Tapi sampai sekarang rencana tersebut tak ada kabar beritanya lagi.
"Menurut saya secara akademik ada problem dalam perubahan itu, jadi ada yang harus diteruskan perubahannya. Misalnya soal DPD yang dicontohkan banyak orang. Ada pula pasal yang tumpang tindih," ujar Saldi.
Ia mencontohkan, pasal 28 UUD 1945 pernah akan direvisi dengan pasal 28 butir a hingga i. Tapi hingga saat ini pasal 28 masih tetap seperti sebelumnya. "Jadi ada bagian yang berimpitan. Secara sederhana soal struktur, banyak yang sulit dipahami," kata dia. "Jadi begitu orang membaca konstitusi kita itu dahinya jadi mengernyit. Itu perlu perapihan melalui proses perubahan konstitusi."
Saldi khawatir kelambanan ini terjadi karena banyak pihak yang sudah merasa nyaman dengan kondisi sekarang. Berbeda dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merasa masih kurang dalam hal kewenangan dan saat ini sedang menyusun rancangan perubahan tersebut.
"Banyak yang merasa berada di zona nyaman dengan perubahan itu. Itu salah satu faktor yang bisa mempersulit perubahan. Kalau DPD, itu lumrah (mempersiapkan rancangan)," ujarnya.
TempoInteraktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar