arsipberita.com |
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar kemarin mengatakan Nazaruddin sudah kabur ke negara kota itu sejak Senin sore lalu dengan menumpang pesawat garuda Indonesia.
Ironisnya, Direktorat Jenderal Imigrasi baru menerima surat permintaan pencekalan dari Komisi Pemberantasan Korupsi sehari kemudian. "Sudah 24 Mei dicegah, tapi Nazaruddin pada 23 Mei sudah ke Singapura dengan Garuda," kata Patrialis usai rapat kabinet di Kantor Presiden, Kamis 26 Mei 2011.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi resmi telah mengirimkan surat permintaan larangan bepergian ke luar negeri atas nama mantan Bendahara Umum partai Demokrat M Nazaruddin ke Ditjen Imigrasi. Nazaruddin diduga terkait kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet di SEA Games di Palembang. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram, Mindo Rosalina Manurung dan petinggi PT DGI, Muhammad El Idris sebagai tersangka.
Lakon serupa juga dijalankan Nunun sejak dua tahun lalu. Hebatnya lagi, alasan Nunun dan nazaruddin pun sama, yakni berobat.
Karena itulah, gagasan Nahdhatul Ulama, organisasi sosial terbesar di tanah air, perlu dipertimbangkan untuk diterapkan. Melalui deklarasi yang dinyatakan di kantor Pengurus Besar NU "Hukuman layak bagi koruptor adalah potong tangan hingga hukuman mati," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Marsudi Syuhud saat membacakan deklarasi antikorupsi di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2011.
Hadir dalam acara deklarasi itu sejumlah tokoh, antara lain Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Ali Masykur Musa.
Dalam deklarasinya, Nahdlatul Ulama menyatakan korupsi sebagai pengkhianatan berat terhadap amanat rakyat. Kejahatan korupsi, menurut organisasi yang berdiri pada 31 Januari 1926 itu, tidak lebih ringan daripada pencurian dan perampokan besar.
Organisasi berbasis pesantren tradisional ini pun menegaskan bahwa uang negara, yang sebagian besar berasal dari pajak, harus digunakan bagi kemaslahatan rakyat, terutama fakir miskin, tanpa diskriminasi. "Apa pun agamanya, warna kulitnya, dan sukunya," ujar Marsudi.
Menurut Nahdlatul Ulama, pengembalian uang hasil korupsi pun tidak menggugurkan hukuman bagi para koruptor. Alasannya, pengembalian uang hasil korupsi kepada negara merupakan hak masyarakat. "Adapun tuntutan hukuman merupakan hak Allah," kata Marsudi.
TempoInteraktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar