Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Selasa, 05 Oktober 2010

Biaya Broadband Yang Mahal, Musuh Besar Bagi Kemajuan Ekonomi Digital Global

Perserikatan Bangsa-Bangsa kini meninjau beberapa proposal dari negara-negara anggota yang memaparkan bagaimana cara terbaik untuk mendorong pertumbuhan komunikasi cepat broadband secara global. Belum lama ini Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon telah menerima laporan akhir dari Broadband Commission for Digital Development (mengawali UN Millemium Development Goal Review Summit).

Laporan tersebut mencakup berbagai masukan mulai dari tingkat pemerintah, industri, masyarakat sipil, dan badan-badan internal PBB, sementara Broadband Commission beranggotakan lebih dari 50 pemimpin sektor publik dan swasta termasuk ketua UNESCO dan para pemimpin di International Telecommunications Union.

Aktif sejak Mei 2010, ide ini berupaya mendapatkan cara-cara yang praktis bagi pemerintahan di banyak negara "di semua tahap kemajuan pembangunan-negara berkembang dan maju"-, untuk dapat menyediakan jaringan-jaringan broadband bagi seluruh masyarakat, bekerjasama dengan sektor swasta.

Kini semakin jelas bahwa komisi  ini percaya bahwa Broadband sepatutnya dipandang sebagi infrastruktur dasar bagi sebuah negara, seperti yang disignalkan dalam laporan yang diterbitkan ITU belum lama ini. Dan sentimen ini mungkin merupakan bagian dari hasil pertemuan PBB.

Summit itu sendiri merupakan sebuah upaya untuk memfokuskan kembali berbagai upaya internasional untuk memenuhi target-target yang diadopsi pada UN Millenium Summit 2000 yang berupaya menekan kemiskinan, kelaparan, penyakit, kematian ibu dan anak dan berbagai penyakit lainnya dengan tenggat waktu pada 2015 mendatang.

Penelitian yang dilakukan oleh Firma Analis Ovum terhadap broadband di 15 negara berkembang "emerging markets" mengungkapkan bahwa konsumen rata-rata membayar lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara lain, sekalipun mereka menerima upah yang lebih rendah.

"Perbedaan yang tajam dalam harga broadband pada pasar-pasar yang mapan dan yang sedang bertumbuh/emerging market  menunjukan ada sebuah kesenjangan yang luar biasa dalam hal penyerapan jasa," komentar Angel Dobardziev, Ovum practice leader. " Biaya komunikasi broadband di sejumlah negara yang sedang bertumbuh ekonominya adalah  tiga kali lebih mahal daripada pasar-pasar yang mapan,  dan  jika dikaitkan dengan upah yang rendah, menjadikan komunikasi broadband sebuah produk yang sangat mewah untuk dimiliki bagi semua masyarakat, kecuali bagi sekelompok kecil masyarakat yang menduduki puncak piramid sosial ekonomi.

Tarif Broadbad di Nigeria , salah satu yang mahal dalam sampel yang dimiliki oleh Ovum, dengan biaya tahunan untuk beberapa layanan mencapai lebih dari $2,000 per tahun, walaupun GDP negeri tersebut hanya $1,170 per kapita. Afrika Selatan adalah contoh negara yang mengenakan tarif termahal untuk semua jenis layanan broadband dalam seluruh sampel Ovum. Biaya tahunan layanan broadband untuk sejumlah layanan ada yang mencapai lebih dari $5,000 dengan GDP hanya $5,820 per tahun.

Kunci untuk menjadikan broadband menjadi lebih terjangkau di negara-negara berkategori "emerging market" adalah dengan meningkatkan suplai dan kompetisi, yang saat ini paling mungkin dilakukan di hampir semua pasar dan daerah pinggiran kota yang belum memilikinya," ujar Dobardziev. "Akan tetapi, banyak negara yang membutuhkan upaya-upaya kebijakan dan regulasi yang terkoordinasi untuk meningkatkan kompetisi dan suplai dan membawa keterjangkauan bagi keseluruhan konsumen di pasar. Karena hal semacam ini belum jelas maka tak jelas juga seberapa cepat hal ini akan terwujud.

(Publictechnology | Martin Simamora)

Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget