Transparansi Internasional Inggris belum lama ini telah merilis hasil survei global terkait indeks korupsi. Dalam survei tersebut, Indonesia diberi nilai E, satu tingkat diatas nilai terendah, dalam GovernmentDefense Anti Corruption Index. Skor ini berarti bahwa Indonesia dikategorikan korupsi dengan “resiko sangat tinggi.” Hal ini dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, Ramadhan Pohan terkait validitasnya.
Menurut Ramadhan hasil survei tersebut tak berdasar. “Siapa yang terlibat, dimanakah buktinya? Jika seseorang menuding tanpa menyajikan bukti, itu adalah tindakan tirani,” ujar Ramadhan, seorang legislator dari Partai berkusa, Demokrat.
Dia mengatakan jika terdapat pelanggaran, dia tidak akan menghalangi proses legal. Tetapi dia menambahkan bahwa penegakan hukum tidak dapat didasarkan pada opini dan persepsi.
“Harus ada setidaknya dua (bentuk) bukti, dan dengan demikian memenuhi syarat untuk memulai sebuah proses hukum,” ujarnya yang juga menjabat sebagai sekretaris jendral Partai Demokrat.
Indonesia berdasarkan survei tersebut memiliki peringkat yang sama dengan Afghanistan, irak, Uganda, Zimbabwe dan Filipina. Diantara negara-negara tersebut bahkan ada yang peringkatnya lebih rendah yaitu Libya, Mesir dan Kamerun.
Hanya ada dua dari 82 negara yang di survei menduduki peringkat puncak A, yaitu Jerman dan Australia.
Transparansi Internasional yang berbasis di Inggris mengatakan dalam laporannya bahwa sektor pertahanan Indonesia didominasi oleh kartel-kartel politik melalui para pembuat hukum yang duduk
di Komisi I DPR.
Angkatan bersenjata Indonesia juga dikatakan sebagai penyedia dukungan pada industri-industri pertambangan dan sektor kehutanan serta juga terlibat dalam perdagangan obat dan operasi perjudian. Transparansi Internasional juga mengkritisi transparansi dalam militer Indonesia, mengatakan bahwa tidak ada mekanisme-mekanisme supervisi yang dapat mengontrol anggaran-anggaran “hantu” dalam hirarki.
Juga disebutkan adanya indikasi-indikasi sebuah budaya suap yang tetap kuat dalam militer. Grup ini juga menunjukan ketiadaan edukasi anti korupsi dan sebuah sistem yang untuk melindungi para peniup pluit
The Jakarta Globe | Martin Simamora
Tidak ada komentar:
Posting Komentar