Editor : Martin Simamora, S.IP |Martin Simamora Press

Rabu, 02 Juni 2010

Nomor Induk Kependudukan & Whistle Blower Komponen Penting Memerangi Pejabat Negara Yang Korup


Jika Indonesia dapat mengadopsi peraturan pembuktian terbalik pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) maka kekayaan pejabat negara bisa dirampas oleh negara sepanjang ia tidak bisa membuktikan asal-usul kekayaannya. Hal ini diupayakan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH), namun Indonesia harus terlebih dulu memiliki sistem nomor induk kependudukan (NIK).

“Jadi, apabila tidak bisa dibuktikan harta-harta itu didapat dengan cara yang legal maka negara dapat merampas,” kata anggota Satgas PMH Mas Achmad Santosa, dikutip Plaza eGov dari kompas.com seusai diskusi di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Senin (24/5/2010).

Sistem pembuktian terbalik pada harta kekayaan diberlakukan tanpa harus ada tindak pidana yang disangkakan pada penyelenggara negara. “Non conviction make,” ujar Ota panggilan akrab Mas Achmad. Untuk mewujudkannya maka negara harus terlebih dahulu undang-undang yang mengatur sistem pelaporan harta kekayaan yaitu: Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Undang-undang NO 28 menetapkan setiap penyelenggara negara wajib untuk melaporkan harta kekayaan saat memulai dan mengakhiri jabatan. Namun, tidak ada sanksi bagi penyelenggara negara yang menolak untuk melaporkan harta. Selain itu, tidak ada aturan apabila laporan yang disetor ke KPK adalah palsu.

Banyak negara telah menerapkan sistem pembuktian terbalik pada harta kekayaan pejabat negara, sehingga Indonesia bisa mencontoh atau mengadopsi sistim serupa yang telah berjalan di negara atau konsep Asset and Income Declaration yang dicanangkan oleh United Nations Convention Against Corruption. “Akan efektif karena di negara-negara lain telah diterapkan,” tandasnya


Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Bambang Widjojanto, menyatakan, Indonesia memang memerlukan sistem ini untuk memberantas korupsi dan mafia hukum, namun agar berjalan efektif maka Indonesia harus memberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sehingga tidak terjadi kerancuan identitas. “Kalau targetnya memberantas mafia hukum untuk jangka pendek, Single Identity Number atau Nomor Induk Kependudukan ini bisa diterapkan pada kalangan yang rentan terhadap mafia hukum, misalnya diberlakukan untuk penegak hukum, pegawai pajak atau pengacara,” ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menyatakan : KPK juga harus menyempurnakan formulir LHKPN sehingga tidak ada kerancuan tentang nilai harta. Selain itu, KPK harus membentuk sistem pengaduan yang tepat. “Misalnya nilai rumah yang dipakai apakah nilai pasaran atau NJOP (nilai jual obyek pajak),” terangnya.

Namun Bambang mengingatkan ada konsekuensi negatif jika sistem pembuktian terbalik diberlakukan, yaitu :setiap orang bisa menuduh orang lain mendapatkan harta dengan cara korupsi. “Apalagi polisi kita belum bersih nanti malah menjadi peluang markus,” ucapnya.

Meminimalisasi hal ini maka sistem ini membutuhkan partisipasi penuh masyarakat dalam melaporkan harta kekayaan pejabat yang diperoleh secara ilegal. “Jadi, harus dibentuk sistem pengaduan yang tidak memudahkan seseorang untuk menuduh sekaligus melindungi whistle blower,” pintanya. Mekanisme yang diusulkan Bambang telah dijalankan oleh pemerintah Yunani sebagai upaya besar memberantas korupsi biang utama krisis ekonomi.

Terhadap usulan Satgas MPH, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung sepenuhnya, bahkan KPK sempat mewacanakannya.KPK sangat mendukung. Saya kira itu sangat efektif. Apalagi LHKPN itu, tidak ada sanksi pidananya," ujar uru Bicara KPK Johan Budi.

(Martin Simamora | kompas.com)

Tidak ada komentar:

Corruption Perceptions Index 2018

Why China is building islands in the South China Sea

INDONESIA NEW CAPITAL CITY

World Economic Forum : Smart Grids Explained

Berita Terbaru


Get Widget